Senin, 16 September 2013

Rinjani, Janji Lama dan Janji Baru

"Setelah lama hidup tak tenang, makan tak nikmat, dihantui rasa penasaran yang sangat, akhirnya...
I did it!! I DID IT!!!!!!"



Rinjani. Tak bosan rasanya membahas gunung yang satu ini. Maaf ya, Semeru dan Gede, akhirnya aku menemukan madu kalian, hehehehehe... Tak bisa dipungkiri, Rinjani merupakan salah satu magnet bagi para pendaki di Indonesia, bahkan mungkin bagi para wisatawan mancanegara yang sedang berada di Indonesia. Pun demikian bagi saya. Walau sebenarnya saya sudah pernah mengunjungi Rinjani (baca: Ekspedisi Rinjani), tapi apabila diajak ke sana lagi maka akan saya pertimbangkan dengan serius. Sangat serius, karena mahal, lama, dan jauh. #zzzzzzzz.........

Nah, bulan Juni lalu, sebelum menuju Bunaken, saya berkesempatan mengunjungi Rinjani lagi. Kali ini saya bareng tim trio kwek-kwek edisi TAP, yaitu Takay dan Kaji. TAP adalah kode khusus tim gunung saya dan teman-teman dengan sejarah yang cukup panjang lagi pelik. Bisa dibilang ini adalah realisasi janji yang sempat tertunda setahun lalu, terutama bagi Takay dan Kaji yang batal melakukan pendakian karena alasan pekerjaan. Bagiku, janji yang tertunda di sini bisa diartikan tertundanya merealisasikan mimpi untuk sampai ke puncak Anjani. Yup, tahun lalu saya gagal bertemu Anjani karena badai dan cidera lutut. Akhirnya, setelah melalui proses yang cukup mendebarkan (#halah), kami pun berhasil mengantongi surat izin cuti dan tiket perjalanan menuju pulau Lombok. Alhamdulillah. 

kika: Kaji, Me, Takay


16 Juni 2013
Dengan menumpang pesawat yang terkenal dengan "Late is Our Nature"-nya, akhirnya pada pukul 17.30 kami berhasil tiba dengan selamat di Bandara Internasional Lombok (BIL). Dari BIL, ada banyak jasa travel yang bersedia mengantar kita ke kecamatan Sembalun, salah satu pintu masuk pendakian gunung Rinjani. Kebetulan saat itu kami berjodoh dengan bang Jimmy, salah satu pemilik usaha travel. Setelah bernegosiasi singkat, kami menyepakati harga Rp450.000,00 untuk menuju kecamatan Sembalun. Rupanya bang Jimmy sangat user friendly, eh.... maksudnya sangat mudah akrab dengan orang yang baru ditemuinya. Kami tidak langsung menuju Sembalun, tetapi mampir terlebih dahulu untuk makan malam dan belanja logistik di tempat yang direkomendasikan bang Jimmy. Setelah kenyang dan logistik tempur dibeli, segera kami menikmati perjalanan panjang menuju Sembalun ditemani obrolan panjang dan kocak bang Jimmy.

Jarum jam menunjukkan pukul 22.00 ketika kami tiba di Sembalun. Kami tak perlu bingung di mana kami akan menginap malam itu karena rupanya bagi bang Jimmy, Sembalun bisa dibilang adalah rumah kedua baginya saking seringnya mengantar pendaki ke Rinjani. Di Sembalun, kami di antar menuju kediaman Kepala Desa Sajang atau para pendaki biasa mengenalnya dengan desa Bawah Nau. Kami menginap di sana malam itu.

17 Juni 2013
Pagi tiba. Saat yang ditunggu-tunggu datang: Pendakian Rinjani!! Bagai seorang gadis yang berdebar-debar saat dipinang oleh pria idamannya, kurang lebih mungkin itu adalah ungkapan yang bisa menggambarkan perasaan Takay dan Kaji saat itu. Setelah sarapan, menambah stok logistik, dan membagi beban dengan pak Depi, porter kami saat itu, kami mulai mendaki.

Perjalanan pun dimulai
Saat mendaki, cuaca sangat bersahabat. Terik matahari tidak begitu terasa karena awan tebal selalu memayungi langkah kami. Saya jadi teringat pendakian Rinjani setahun lalu yang juga mengalami hal yang sama. Pendakian pun terasa lebih menyenangkan dan kami dapat dengan leluasa menikmati perjalanan dan pemandangan alam Rinjani yang terhampar di depan mata. Alhamdulillah.

Pos III Sembalun
Pukul 13.00 kami tiba di Pos III Sembalun, di sana kami beristirahat sekaligus sholat dan makan siang. Tak membuang waktu, 30 menit kemudian kami mulai mendaki lagi. Dari titik ini, pendakian akan menjadi dua hingga tiga kali lebih berat dari sebelumnya karena di sinilah Tujuh Bukit Penyesalan itu berdiam diri bersiap menyambut para pendaki Rinjani.

Tujuh Bukit Penyesalan
Tiga jam lamanya kami bersusah payah berusaha menyelesaikan tanjakan di bukit yang seolah tak berujung ini. Akhirnya, pada pukul 17.00, kami berhasil tiba di Pelawangan Sembalun. Langit sore yang indah dihiasi awan yang bergulung-gulung di atas danau Segara Anak menjadi obat kelelahan yang sangat mujarab. Seolah ingin melepaskan semua beban, kami menghempaskan tubuh lelah kami di atas tanah sambil menikmati ayat-ayat kauniyah-Nya. "Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?" 

 Lelah
Tak lupa narsis walau hari mulai gelap
Cukup lama kami beristirahat sambil menikmati pemandangan di sini. Sementara kami sedang asyik melepas lelah, di depan sana, pak Depi sudah menghilang untuk mencari lokasi yang akan kami gunakan untuk mendirikan tenda. Malam itu, kami beristirahat di sini, di Pelawangan Sembalun, di salah satu karya Tuhan yang sangat indah di mata manusia. Ya, mata manusia.

18 Juni 2013
Pukul 03.00. Dingin, sangat dingin. Di luar angin terasa tenang, namun hujan turun rintik-rintik. Wah, bisa gagal muncak untuk kedua kalinya nih. Penasaran, saya dan Takay tetap membersiapkan perlengkapan yang akan dibawa ke puncak, sementara Kaji sudah hilang minat menuju puncak dengan beberapa alasan. Setelah keluar dari tenda, rupanya tetesan-tetesan air yang semula kami kira sebagai hujan sebenarnya adalah tetesan air dari kabut yang terperangkap di dedaunan pohon pinus yang kemudian menetes ke bawah. 

Lega? Tentu saja. Setelah siap, pukul 05.00, saya dan Takay mulai mendaki. Hanya berdua saja, tidak ada rombongan pendaki lain yang akan melakukan pendakian. Tampaknya mereka juga mengira tetesan-tetesan air itu adalah hujan. Tapi jauh di atas sana, di lereng pendakian menuju punjak Anjani, telah ada serombongan tim lain yang rupanya telah mulai mendaki berjam-jam yang lalu.

Satu jam mendaki, kami mulai memasuki tanjakan berpasir Anjani. Rupanya Takay sudah mencapai batas fisiknya, dia merasa tak mampu lagi melanjutkan perjalanan dan memilih menikmati sunrise di jalur pendakian Anjani sebelum akhirnya kembali ke tenda menemani Kaji, sang Soulmate. Sendirian, saya melanjutkan pendakian. Dingin, kabut, gelap, dan tak ada pendaki lain yang bisa disapa. Sunyi sekali, sesekali suara angin memecah kesunyian. Entah mengapa saya sangat menikmati kesunyian itu. Rasanya sangat damai, indah, sekaligus menakutkan. Sungguh nikmat pendakian kala itu.

Gelap dan Sepi
Jam di handphone menunjuk angka 08.00 saat saya tiba di bawah tanjakan terakhir puncak Anjani. Sedikit lagi! Nun jauh di sana terlihat serombongan pendaki yang nampaknya sedang menuruni Anjani. Hmm... rupanya mereka telah berhasil sampai di puncak Anjani. Sedikit lagi! Di salah satu cerukan batu ku sandarkan tubuh lelahku. Beberapa teguk air mineral, sepotong roti, dan berbutir-butir kurma terasa sangat nikmat. Rasa lelah ternyata dapat meningkatkan nafsu makan.

Tanjakan Terakhir Anjani
View keren saat istirahat
Puas beristirahat, saya pun melanjutkan pendakian. Tanjakan terakhir Anjani cukup terjal walau belum seterjal Mahameru. Angin dingin yang menusuk meningkatkan tantangan pendakian kala itu. Semangat terus dipompa. Kaki yang lelah dipaksa terus melangkah. PUNCAAAAKKKKK!!!! Akhirnya, pada pukul 09.15, saya berhasil sampai di puncak. Alhamdulillah. Sungguh momen yang tak terlupakan. Semakin istimewa karena hari itu cuaca cerah sehingga saya dapat menyaksikan karya Sang Maha Pencipta yang luar biasa. Sekali lagi. Alhamdulillah. Di atas puncak, saya bertemu dengan sepasang suami istri yang berasal dari Singapura, Adrian dan Mei. Kami sempat berkenalan dan mengobrol walau penguasaan bahasa Inggrisku bisa dibilang luar biasa kacau. Dari situ, akhirnya kami menjadi cukup akrab. Sayangnya saya lupa menanyakan alamat email atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk menjalin silaturahim. Melihat mereka, saya semakin bertekad untuk mengajak belahan hati saya ke sini juga suatu saat nanti. Sangat romantis. Hahaha....

View Segara Anak dari Puncak Anjani 
Me, Adrian, dan Mei
Tak lupa narsis dulu :p
Teman menuju Anjani
Menuruni Anjani
Setelah puas mengabadikan momen, kami menuruni puncak dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju Segara Anak.

Menuju Segara Anak
View keren jalur menuju Segara Anak
Kami tiba di Segara Anak pada pukul 17.00. Tidak terlalu banyak pendaki di sana. Kesan muram yang ditimbulkan oleh warna langit sore Rinjani dan kabut tipis yang melayang rendah di atas danau Segara Anak menciptakan kesan syahdu. Ketika melaksanakan sholat jama' Dzuhur dan Ashar, suasana syahdu itu semakin terasa. Sungguh, "nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?" Malam itu, kami berpesta. Untuk melengkapi pesta malam itu, kami memesan satu ekor ikan bakar dan dan satu ekor ikan goreng. Kebetulan di samping tenda kami ada gubuk yang menjual ikan segar yang diambil langsung dari danau Segara Anak.

19 Juni 2013

Segara Anak pagi
Mentari pagi bersinar cerah. Hati pun riang menyambut pagi. Secangkir teh panas menjadi pelengkap hari yang indah itu. Di belakang tenda kami, Adrian dan Mei juga terlihat sangat menikmati harinya. Tidak melewatkan kesempatan, Saya, Takay, dan Kaji segera menuju lokasi pemandian air hangat. Wah, rupanya lokasi ini telah diperbaiki setelah setahun lalu dihantam longsor. Udara yang dingin begitu kontras dengan suhu air yang sangat panas. Tarian uap air seolah memanggil-manggil kami untuk segera masuk ke dalam kolam. Panas. Begitulah rasanya ketika pertama kali melangkahkan kaki ke dalam kolam. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya tubuh dapat beradaptasi dengan suhu air yang cukup panas itu. Sempurna sudah hari itu.

Sedaaappppp......
Puas berendam air panas, kami kembali ke tenda dan memuaskan mata dan kamera dengan pemandangan Segara Anak di pagi hari.

Segara Anak pagi
Segara Anak pagi
Mencoba peruntungan di Segara Anak
Pukul 13.00, kami mulai membereskan perlengkapan dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju pelawangan Senaru. Trek terjal menjadi hidangan siang yang sangat menguras tenaga, apalagi trek Batu Ceper yang cukup terkenal itu. Tiga jam adalah waktu yang kami butuhkan untuk menaklukkan tanjakan Pelawangan Senaru. Jarum jam menunjukkan pukul 17.00 saat kami tiba di Pelawangan Senaru. Pemandangan yang sangat indah pun segera terhampar. Panas matahari yang terik tidak menyurutkan para pendaki untuk menikmati pemandangan yang dahsyat itu. Bisa dibilang, dari titik ini lah pemandangan terbaik Rinjani bisa kita saksikan.

View Segara Anak, dan gunung Barujari dari Pelawangan Senaru
Camp para pendaki di Pelawangan Senaru 
"Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?"
View Senaru
Berbeda dengan Adrian dan Mei yang memilih bermalam di Pelawangan Senaru, kami memilih untuk segera turun sejauh mungkin dengan pertimbangan agar bisa lebih cepat sampai ke Senaru keesokan harinya karena kami berencana akan melanjutkan perjalanan ke Gili Trawangan. Setelah mengucapkan selamat tinggal, kami berpisah. Tak lama berjalan, hari mulai gelap, akhirnya atas saran pak Depi, kami memutuskan menginap di salah satu shelter di atas Pos 3 Senaru.

20 Juni 2013
Ternyata kami bermalam di tempat yang cukup strategis. Bermalam di sini jauh lebih menarik dari pada di Pos III Senaru yang relatif tertutup. Apabila kita memandang ke atas, terlihat Pelawangan Senaru yang cukup ramai dan berbatu. Di sekeliling shelter, pemandangan yang tak kalah indah terhampar luas. Jarak dari sumber air pun tidak terlalu jauh.

Camp tim TAP
Pukul 08.00 kami melanjutkan perjalanan. Entah karena sudah tidak sabar ingin segera menuju Gili Trawangan atau mungkin karena ingin segera mengakhiri penderitaan, Kaji dan Takay berjalan cepat bak orang kesetanan. Sesekali mereka berhenti di pos-pos peristirahatan yang mereka temui. Saat beristirahat itulah saya baru dapat menyusul mereka. Akhirnya, pada pukul 13.00, kami tiba di Senaru. Tuntas sudah Janji kami untukmu, Rinjani.

Salam TAP!!

"Dan, di bulan Juni sebuah janji baru diucapkan. Janji yang tak boleh diingkari" 
Memori 15 Juni 2013

18 komentar:

  1. haiiish.. damn, aku beneran pengen cepet2 kesana deh bang >_<

    BalasHapus
  2. Lihat pemandangannya tidak tau harus berkata apa, keindahan ciptaan Tuhan tidak akan pernah habisnya.......
    KeeeeeeerrrrrreeeeNnnnnnn

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup..... sangat keren..

      trims udah mampir :)

      Hapus
  3. Balasan
    1. hehehehe... alhamdulillah :P

      jadi kapan kita ke rinjani bawa keluarga? :P

      Hapus
  4. Kereeen.... Salam Kenal dari anak makassar domisili Balikpapan...
    Perjalanan yang sangat menakjubkan.... #dreaming_Rinjani
    Ceritanya pas banget, berasa ikut menikmati dan mendaki bersama rombongan TAP :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga, mbak

      hehe..thanx apresiasinya.. masih perlu bnyak belajar nulis :D

      Hapus
  5. salam TAP !!!!

    kangen ma kaji n takay !!!

    mashari

    BalasHapus
  6. Keren bi.... hanya membaca tapi Serasa ikut mendaki.

    BalasHapus