Rabu, 07 Mei 2014

Honey Mount, Bukan Honey Moon

"Akhirnya, menikah.... 
Alhamdulillah"

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” 
(QS. Adz Dzariyaat (51) : 49)

Mumpung cerah... hehehehe...

Menikah. Sebuah kata sakral yang kadang kala ketika kita mengucapkannya akan menimbulkan berbagai reaksi yang berbeda. Ada yang menanggapinya dengan antusias, santai, galau, bahkan desperate. Apalagi kalau mendapati pertanyaan, "kapan menikah?" Serasa dikejar-kejar deadline pekerjaan dari bos besar. Mungkin itu perasaan para jomblowan dan jomblowati ketika mendapati pertanyaan semacam itu. Pun demikian ketika menerima undangan pernikahan dari sahabat-sahabat terdekat, sering kali hati terasa semakin hampa, takut ditinggalkan sahabat-sahabat terdekat yang tentu akan lebih memprioritaskan keluarga barunya.

Dahulu, semasa remaja saya sempat "mencanangkan" menikah di umur 25 tahun. Umur yang menurut saya cukup matang mengarungi bahtera kehidupan, walau sebenarnya sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang mampu untuk menikah lebih cepat. Walau sedikit meleset dari perkiraan, tapi tak apalah, beti (beda tipis). Saya menikah di usia 26 tahun.