"Setiap gunung memiliki kisahnya sendiri"
Idul Fitri 1433 H
23 Agustus 2012
Rasanya sudah cukup lama aku memendam rasa ingin mendaki saat liburan lebaran bersama sahabat-sahabat trio kwek-kwekku, Mashari dan Mahbub. Sayangnya, Mahbub tidak mungkin bisa ikut mendaki karena kondisi fisik. Dia punya alergi terhadap dingin. Hal ini kami ketahui sejak SMA dulu saat kami sering jalan-jalan di malam hari sepulang sekolah. Bukan jalan-jalan biasa, karena biasanya kami lakukan hingga menjelang Subuh. Jadi tinggal kami berdua, aku dan Mashari. Tujuan kami adalah gunung Raung, Banyuwangi.
Kediaman pak Soeto |
Soal persiapan, sepertinya bukan hal yang kami prioritaskan. Bagaimana tidak? Bahkan sampai kami telah berada di terminal Purabaya, atau lebih dikenal dengan terminal Bungurasih, kami masih belum tahu medan gunung Raung seperti apa dan mau mendaki melalui jalur mana. Akhirnya, dalam perjalanan menuju Banyuwangi, kami putuskan melewati jalur Kalibaru yang katanya menyediakan trek paling keren di gunung Raung. Kurang lebih 6-8 jam lama perjalanan yang kami lakukan malam itu.
24 Agustus 2012
Saat subuh, kami tiba di stasiun Kalibaru. Sembari menunggu matahari, kami numpang nonton pertandingan klub kesayangan, Barcelona, melawan musuh bebuyutan, Real Madrid, di salah satu warung kopi di sebelah stasiun Kalibaru. Jangan ditanya skor akhirnya, aku sudah lupa..hehe...
Di sini, kami bertemu seorang polisi yang baik. Sangat baik malah. Namanya, mas Koko. Harusnya polisi-polisi seperti ini yang direkrut, bukan preman-preman tukang palak itu. Mas Koko membantu kami mengurus perizinan di kantor Polsek Kalibaru. Bukan hanya itu, mas Koko sempat membelikan kami tambahan logistik dari uang pribadinya. Sungguh luar biasa. Saya hanya bisa berdoa untuk membalas kebaikan saudara mas Koko. Semoga selalu berada dalam lindungan dan rahmat Allah SWT. Aamiinn.
24 Agustus 2012
Saat subuh, kami tiba di stasiun Kalibaru. Sembari menunggu matahari, kami numpang nonton pertandingan klub kesayangan, Barcelona, melawan musuh bebuyutan, Real Madrid, di salah satu warung kopi di sebelah stasiun Kalibaru. Jangan ditanya skor akhirnya, aku sudah lupa..hehe...
Di sini, kami bertemu seorang polisi yang baik. Sangat baik malah. Namanya, mas Koko. Harusnya polisi-polisi seperti ini yang direkrut, bukan preman-preman tukang palak itu. Mas Koko membantu kami mengurus perizinan di kantor Polsek Kalibaru. Bukan hanya itu, mas Koko sempat membelikan kami tambahan logistik dari uang pribadinya. Sungguh luar biasa. Saya hanya bisa berdoa untuk membalas kebaikan saudara mas Koko. Semoga selalu berada dalam lindungan dan rahmat Allah SWT. Aamiinn.
Kali, sumber air terakhir gunung Raung di Pos I |
Setelah siap, kami menyewa ojek seharga Rp15.000 menuju pos pendakian Kalibaru. Kami diantar menuju kediaman pak Soeto di dusun Wonorejo. Di sana kami mendapat beberapa cerita, di antaranya adalah perseteruan antara Pataga (anak palanya Universitas 17 Agustus Surabaya) dengan Regas (salah satu komunitas pecinta alam di Kalibaru). Persoalan klasik, masalah kebanggaan kaum pria (halah..), saling klaim siapa yang pertama kali membuka jalur pendakian gunung Raung via Kalibaru hingga ke Puncak Sejati. Sisa-sisa perseteruan sangan jelas tercecer di jalur pendakian. Masing-masing memiliki pos dan camp sendiri. Jadi jangan heran, kalau kita bertanya berapa jumlah pos di Kalibaru, kita akan mendapat jawaban yang berbeda. Itu pun nama posnya harus diperjelas, pos Pataga atau pos Regas, tentu posisinya pun berbeda.
Pos I |
Baiklah, kita tinggalkan perseteruan mereka.
Dari pak Soeta kami tahu bahwa untuk bisa menaklukkan Puncak Sejatinya gunung Raung butuh:
- waktu 4 hari 3 malam. Sesuatu yang tidak kami miliki yang memang hanya mengalokasikan waktu pendakian 3 hari 2 malam.
- air minimal 10 liter per orang karena tidak ada sumber di jalur pendakian selain pos I. Kami hanya punya maksimal 7 liter.
- peralatan climbing seperti tali, karabiner, dst. Sesuatu yang mustahil kami miliki karena hampir tidak pernah melakukan climbing.
Haaahhhhh........ Mission Impossible. Sempat putus asa, bahkan di kepalaku sudah menari-nari ide untuk pindah ke gunung lain. Tak dinyana, ternyata ada kawan dari Jakarta yang juga mendaki gunung Raung via Kalibaru. Bahkan mereka membawa peralatan climbing lengkap yang bisa kami gunakan. Semangat kembali membara. Pendakian pun dilanjutkan, walau dua hal pertama masih menjadi ganjalan.
Alang-Alang Khatulistiwa |
Sampai di Pos I "Regas" (oya lupa, kawan-kawan dari Jakarta ditemani oleh salah satu anak Regas. Nyong, begitu dia biasa disapa. Jadi pos dan camp yang akan kami gunakan adalah pos-camp Regas), trek didominasi perkebunan kopi yang merupakan andalan utama penduduk di sekitar kaki gunung Raung. Selepas Pos I, trek mulai merimbun.
Hmmm..... vegetasi gunung Raung cukup lebat, bahkan masuk kategori sangat lebat. Saking lebatnya, jalur pendakian banyak yang tersamar dedaunan dan ranting. Tapi itu bukan masalah besar, jalur pendakian masih bisa kita temukan asal berhati-hati. Masalah terbesarnya adalah pohon-pohon berduri yang jumlahnya sangat banyak dan mendominasi vegetasi gunung Raung di jalur pos I-III. Tak heran bila tangan, badan, dan kaki kita berdarah-darah serta baju dan tas sobek di beberapa titik ketika melintasi medan ini. Belum lagi lintah yang merajalela. Syukurlah, ketika itu cuaca cerah, karena kalau tidak Lintah-lintah usil akan setia menemani. Tapi memang itu adalah harga yang harus dibayar ketika mendaki gunung Raung.
Raihan Dkk |
Pendakian hari pertama dilalui dilalui dengan ngos-ngosan...hehe.... Target Nyong, hari pertama pendakian adalah nge-camp di Camp III, tentu saja Camp III versi Regas, kalau versi Pataga, camp ini adalah Camp II....haha.... Camp III berjarak 1,5 - 2 jam berjalan kaki dari Pos II Regas. Kami tiba di Camp III menjelang Maghrib, saat langit hampir gelap. Masak, makan, bercerita... itulah aktivitas malam itu.
25 Agustus 2012
Pukul 07:00 Keesokan harinya, kami mulai membongkar tenda dan bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Pukul 08:15 kami mulai mendaki. Entah dapat bisikan dari mana, tiba-tiba hari itu rasanya aku sangat malas mendaki. Tapi rasa malas itu ku pendam saja dengan harapan mungkin akan berlalu seiring ayunan langkah kaki. Tapi ternyata aku salah, rasa malas itu semakin besar. Akhirnya kecepatan mendakiku menurun drastis. Aku memilih berada di belakang barisan. Bersamaku, Mashari masih setia menemani.
Semakin siang, semakin panas, semakin malas, semakin lambat mendaki. Haaahhhh..... kenapa ya? Aku sendiri heran dengan perubahan yang tiba-tiba itu. Tidak biasanya aku diserang perasaan seperti itu saat mendaki. Yang aku tahu, saat itu keinginanku hanya satu: Berhenti mendaki, mendirikan tenda, istirahat, dan turun keesokan harinya... *ini mah banyak -____-a
Beres-beres di Camp III |
Menjelang tengah hari, jarak kami dengan barisan depan semakin jauh. Iseng-iseng aku nyeletuk ke Mashari, "Har, kok rasane aku males munggah yo?? mboh ngopo, tapi asli, males tenan ik." Tak disangka dia menyahut, "Podho, aku yo males munggah....hahaha...". Klop!!! ternyata kami sehati...halah... Tak berhenti sampai di situ, ku lanjutkan, "mudhun yuk?!" "Yuk..??!" jawabnya. Hahaha... rupanya kami seide, senasib, dan sepenanggungan. Cuma butuh pemantik saja, siapa yang pertama kali mengungkapkan. Beruntung, saat itu di depan kami ada anak-anak Alang-Alang Khatulistiwa, komunitas pala Sidoarjo. Akhirnya kami titip pesan ke mereka untuk tim di depan kami bahwa kami tidak melanjutkan perjalanan. Pukul 13:20 kami turun gunung.
Anehnya, saat turun gunung, semangat tiba-tiba membara. Duh, semoga tidak terjadi apa-apa dengan kawan di atas, itulah doaku dalam hati buat kawan-kawan kami di atas sana.
Pukul 14:10 kami tiba di Camp V. Kali ini milik Pataga. Lokasinya cukup nyaman. Cukup untuk satu tenda ukuran sedang. Kiri kanan camp adalah jurang yang cukup dalam, tapi cukup aman karena terlindung banyak tumbuhan. Tak banyak cakap, kami putuskan untuk mendirikan tenda di sini.
Makanan masih banyak, Foya-foyalah kami. Tapi air cuma tersisa sedikit. Foya-foya sedikit dikurangi. Hahaha.
tenda kami di Camp V Pataga |
Ada kisah unik di sini. Selama mendaki, sering ku jumpai kotoran hewan karnivora yang cukup besar. Mungkin bagi sebagian orang ini tidak penting. Bagiku, di alam liar seperti ini, setiap jejak harus kita perhatikan, sekecil apapun itu. Misalnya saja keyakinanku akan adanya kambing gunung liar di gunung Pangrango. Mungkin tak ada yang percaya, tapi aku saksikan sendiri sisa-sisa kotoran kambing di hutan sekitar lembah Mandalawangi yang nyaris tak terjamah. Saat itu aku memang iseng jalan-jalan melewati hutan-hutan lebat yang belum pernah dilalui orang. Ada mangsa, ada pula pemangsa. Entah jenis karnivora apa yang masih berkeliaran di gunung Pangrango. Tapi pasti ada. Pun demikian di gunung Raung. Kotoran-kotoran karnivora berukuran besar menjadi perhatian khususku. Bukan bermaksud mengada-adakan hal mistis yang memang sering menjadi bumbu cerita ketika mendaki gunung. Pengalamanku tidak mengandung unsur mistis.
Mungkin hanya khayalanku, tapi sepertinya tidak karena telah ku konfirmasi ke Mashari. Selepas makan malam, kami bercerita sebagaimana layaknya sahabat yang lama tak berjumpa. Ada saja yang menjadi bahan obrolan. Tiba-tiba di hutan belakang tenda terdengar gemeretak patahan ranting kering akibat pijakan kaki. Krak..krak... terdengar beberapa kali. Tidak mungkin ada pendaki lain di gunung Raung selain kami. Apalagi selarut itu. Ku hentikan percakapan dan bertanya apakah Mashari mendengarnya juga. Rupanya tidak terdengar olehnya. Tapi aku sangat yakin. Reflek kami berdua meletakkan pisau di samping kepala kami yang kira-kira mudah dijangkau untuk berjaga-jaga. Mulai saat itu kami terdiam sambil memperhatikan keadaan di luar. Tak lama kemudian aku terlelap. Tengah malam, entah pukul berapa aku terbangun akibat suara geraman hewan yang cukup besar persis di samping tenda. Darah berdesir, jantung berdetak kencang. Hewan apa itu?? entahlah. Akhirnya setelah beberapa lama tidak ada gangguan, aku terlelap lagi. Mungkin hanya khayalanku.
26 Agustus 2012
Keesokan harinya, ku ceritakan kepada Mashari. Ternyata dia mengiyakan. Berarti itu bukan khayalanku. Bahkan dia mendengarnya sampai tiga kali. Aje gileee......untung tak terjadi insiden. Sungguh pengalaman yang berharga.
Menu kita pagi ini :) |
Setelah sarapan dan berkemas kami turun gunung dengan agak terburu-buru. Bukan karena takut atas kejadian semalam, tapi karena kami harus mengejar bus sore di Kalibaru. Cukup jauh perjalanan turun gunung yang harus kami lakukan. Kami baru tiba di kediaman pak Soeta pukul 16:27. Di sana, kami ceritakan juga pengalaman kami kepada pak Soeto yang nampak sangat tertarik. Rupanya, memang cukup banyak kejadian unik di atas sana. Tapi sebagian besar berupa pengalaman mistis. Kisah kami mungkin akan menjadi salah satu bumbu menarik untuk diceritakan kepada para pendaki lain yang akan mendaki gunung Raung.
Contoh pohon-pohon duri yang berhasil di-capture:
"Mendaki gunung bukan tentang menaklukkan puncak gunung, tapi tentang bagaimana kita memaknai setiap langkah yang kita ayunkan , setiap keputusan yang kita ambil, dan persahabatan yang kita miliki."
@My Room, Matraman
"menyerah pada saat yg tepat" ,,,,,
BalasHapusaq koreksi cerita sedikit diwaktu malam ketika turun,,,,
raungan hewanx ada 2 jenis : raungan kayak babi hutan n raungan macan kumbang......
raungan babi hutan aq denger 3x berjarak2 kira2 4-7 meter dari tenda arah atas tenda kira2 jam 23-00,,,,malah sempet mendekati tenda pas dikanan atasq,,,,
raungan macan kumbang aq denger kira2 jam 1-2an, raunganx yg terdengar 3x jg, berjarak 10-15 meter arah bawah kejurang,,,,
dari jam 23.00 itu aq g tidur pek kira2 jam 2.30an n aq sengaja g bangunin habibi biar g tambah tegang,,, aq dah megang pisauq erat2.....
gilaaaaaaaaaa dag dig dug bener dadaq, baru kali ini aq naik gunung setegang itu n baru kali ini jg naik gunung g pek puncak hahahahahaha,,,,,
wkwkwk.....
Hapusbener itu saya juga pernah punya pengalaman menegangkan pas mendaki ke raung, kejadiannya pas di pos pondok demit, waktu itu kami lebih dari 10 org, cuma bawa 1 tenda itupun hasil pinjem (tenda pinjem punya pramuka :D )karna gak cukup otomatis barang bawaan (tas) di tinggal di luar tenda ,dan sialnya saya gak kebagian tempat di dlm, jdi terpaksa tidur diluar tenda sendirian( tidur di tumpukan barang)pas sepi2x say denger dari arah belakang saya ada suara krasak krusuk seperti ad yg nginjak terpal alas tempat barang2 td, jg geraman, entah itu suara celeng / macan saya gak tw yg ada dipikiran saya cuma berdoa sambil manggil kawan2 yg ad di dlm tenda, untungnya ad 2 org kawan saya yg masih belum tidur mreka juga denger suara2 td, juga denger suara saya yg manggil2 saat itulah mreka bru sadar saya ada di luar, otomatis mereka langsung keluar tenda bikin keributan dngan harapan apapun yg mendekati saya kaget dan kabur. pas uda aman saya lbih milih tdr di dlm tenda mskipun sambil dsak2kan dengan yg lain. saat itulah salah 1 teman saya itu cerita pas dy mau keluar tenda dia ngelihat ada sosok sperti macan kumbang di dket saya. itu slah satu pengalaman yg gpernah saya lupa, smga kdepannya qt semua diberi keselamatan. amin
Hapussalam kenal, folbek ya thx *smile
BalasHapussalam kenal juga, gan :)
Hapus"Sungguh luar biasa. Saya hanya bisa berdoa untuk membalas kebaikan saudara mas Koko. Semoga selalu berada dalam lindungan dan rahmat Allah SWT. Aamiinn."
BalasHapusSemoga saya dpt suami yg baik dan ikhlas-nya macam Mas Koko uhuuuuuy #glodhak!
krik..krik...
Hapus*berjuanglah dan jangan lupa berdoa :D
sip tulisannya.. lanjut nulis catatan perjalanan :)
BalasHapussip, gan :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusberapa lama perjalanan dari pos 1 ?
BalasHapushmmm... sampe ke ke mana dulu? :D
Hapusadakah agan2 ini mo naek lagi kesana, mau dong...???
BalasHapusada rencana, tapi masih belum tahu kapan :)
Hapusada macannya tu om di raung, aquw liat di pos'mata air'
BalasHapuskayaknya sih gitu, bang :D
Hapuskayaknya sih gitu, bang :D
Hapusbukan kyknya lagi om, nyata2 dgn jarak+-5m ada 4 ekor, tp mereka gag ganggu,mungkin mrk mencari orang yg nebangin pohon antara pos1-pos2..untuk yg mau ke sana lebih baik menggunakan jasa porter karna mereka lebih menguasai medan sana..(kemunculan macan ini berlanjut terus dari naik smpe turun (jalur via kali baru)
Hapuswah...mantap kali pengalamannya... ane belum pernah lihat secara langsung dengan mata kepala sendiri.... :(
BalasHapusAnda butuh peralatan hiking dan camping....?
BalasHapusPuncak Petualang adalah solusi persewaan alat hiking dan camping terlengkap dan murah di sidoarjo.
peralatan semua terawat dan berstandarisasi.
List Barang kami :
1. Carrier 80lt ---------------------> Rp.20.000 /hari
2. Tenda dome ( 4-5 Orang ) ---------> Rp.15.000 /hari
3. Sleping Bag ( dacron ) -----------> Rp.5.000 /hari
4. Sleping Bag ( Polar ) ------------> Rp.5.000 /hari
5. Kompor ( Gasmate ) ---------------> Rp.5000 /hari
6. Nesting --------------------------> Rp.5.000 /hari
7. Matras ---------------------------> Rp.3.000 /hari
Alamat kami :
Lokasi : P. Sidokare Asri QQ.2 Sidoarjo
telepone : 08563430171
PIN : 7677F460
website : www.puncakpetualang.com
" Kami menerima antar barang sewa ke tempat anda ( COD ) ongkir di tanggung penyewa "
Bahkan kabarnya di gunung raung masih ada harimau jawa, hak ini didukung dgn banyaknya saksi mata warga sekitar kaki gunung raung yg pernah berjumpa macan loreng(harimau)
BalasHapusBahkan kabarnya di gunung raung masih ada harimau jawa, hak ini didukung dgn banyaknya saksi mata warga sekitar kaki gunung raung yg pernah berjumpa macan loreng(harimau)
BalasHapusKak, ini yang ikut pala ga ada perempuannya?
BalasHapusMas apa njenengan punya kontaknya Cak Nyong?
BalasHapus