Tahun 2011 ditutup dengan cukup sadis oleh gunung Lawu.......
Gunung Lawu......yak, jadi juga gunung ini ku daki.....awalnya sih nggak begitu minat sama gunung yang satu ini. Tapi karena cukup banyak dibicarakan kawan2 sesama pendaki akhirnya jadi terpancing juga untuk menaklukkan gunung Lawu.
Sekilas tentang Gunung Lawu:
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yaitu Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah sebagai puncak tertinggi. Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit:
Candi Sukuh dan
Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat
Praja Mangkunagaran:
Astana Girilayu dan
Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak
Astana Giribangun,
mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia,
Soeharto.
24 Desember 2011
Pukul 02.00 dini hari, dengan menumpang bus ekonomi AC dari terminal Purabaya atau lebih dikenal dengan terminal Bungurasih, Aku, bersama Mashari dan juniornya, berangkat menuju Solo. Solo dipilih karena berada di tengah2 antara Jakarta dan Surabaya. Semula, aku berencana berangkat dari Jakarta. Namun karena mendadak ada sedikit pekerjaan di Surabaya, terpaksa tiket bus Jakarta-Solo yang telah ku beli dialihkan ke teman yang belum mendapatkan Tiket. Dari Jakarta, Febri, Fadil, dan Miko meluncur dari terminal Rawamangun.
 |
Puncak Pass, Cemoro Kandang |
Kira-kira pukul 08.00 kami tiba di terminal Tirtonadi, Solo. Setelah sarapan dan mandi, kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang bus umum menuju terminal Tawangmangu yang kemudian dilanjutkan dengan menumpang angkot menuju Cemoro Kandang.
 |
Pintu Masuk Cemoro Kandang |
Di Cemoro Kandang, banyak terdapat warung-warung yang menjajakan makanan-makanan yang cukup jarang ditemui di daerah lain, seperti sate landak dll. Kami pun menyempatkan diri mampir di salah satu warung yang ada di situ, tapi tentu saja nggak mencicipi makanan-makanan aneh itu..hehehehehehe.....aku sendiri mencoba makanan yang cukup baru bagiku: sate kelinci...baru pertama kali ini aku makan sate kelinci, ternyata rasanya biasa aja....nggak terlalu istimewa :P
 |
Mampir dulu gan, isi bensin :) |
Setelah makan dan sholat, kira-kira pukul 13.30 kami mulai mendaki. Baru mau mulai mendaki, hujan tumpah. Niat hati menunggu hingga hujan reda, tapi apa daya, nampaknya hujan belum mau berhenti. Terpaksa kami mendaki ditemani rintik-rintik hujan yang dingin :P
 |
Kabut dan Lawu |
Entah memang gunung Lawu yang selalu berkabut atau emang itu lagi musim hujan, yang jelas kabut hampir selalu menyelemuti punggung gunung. Akibatnya, pemandangan yang dapat dinikmati pun terbatas.
 |
Terbakar dan Kering |
Belum lagi sebagian vegetasi seperti habis terlalap api. Entah ulah penduduk, pendaki, atau karena kemarau dan petir. Tiga jam berjalan, view yang terlihat mulai berubah. Cukup unik. Saat itu aku tiba-tiba teringat dengan trek dan view gunung Merbabu. Padang-padang rumput, vegetasi terbuka, punggung-punggung gunung yang menarik, dan trek yang tidak terlalu terjal. Sampai di sini, perjalanan masih ditemani rintik-rintik hujan.
 |
Tim Dewa dan jas hujannya :P |
 |
Entah gunung apa namanya. Terlihat jelas dari gunung Lawu |
Trek yang berputar-putar ditambah hujan dan udara dingin yang cukup menusuk membuat kami cukup frustrasi. Menjelang maghrib, hujan agak reda walau tidak seluruhnya. Namun, kondisi ini sudah cukup menjadikan senja itu tampak istimewa. Semburat cahaya orange tampak begitu indah menghiasi langit gunung Lawu. Lelah dan Frustasi sepanjang jalan sedikit terobati olehnya.
 |
Istirahat sejenak menikmati langit senja |
 |
Langit senja di Lawu |
 |
Cantik |
Tidak hanya itu, redanya hujan juga menambah satu pemandangan baru: pelangi. Hmmm...baru pertama kali aku melihat pelangi dari atas gunung :)
 |
Pelangi di matamu...ups..Lawu maksudnya :P |
 |
Istirahat sejenak menikmati langit senja |
 |
Subhanallah...... |
 |
Istirahat sejenak menikmati langit senja |
 |
Subhanallah...... |
Saat malam, hujan kembali tumpah. Angin dingin pun tak ingin ketinggalan menemani perjalanan kami. Trek zig-zag yang seolah tiada ujung, puncak yang belum diketahui di mana rimbanya, rintik-rintik hujan, udara dingin, gelapnya malam, dan perut lapar membuat kami semakin frustrasi. Ada untungnya trek zig-zag semacam itu. Pendaki menjadi tidak terlalu lelah mendaki. Namun dalam kondisi seperti yang sedang kami alami, hal itu menjadi siksaan tersendiri. Jam menunjukkan pukul 20.00 dan kami masih berada di antah berantah. Semakin frustasi, aku yang kebetulan malam itu berada di barisan paling depan, langsung potong kompas: menanjak lurus tanpa berbelok. Pendakian memang menjadi lebih cepat tapi tentu saja energi yang dikuras pun semakin besar. Satu jam, dua jam menanjak, kelelahan mulai menyergap. Break-break singkat menjadi kesempatan untuk mengistirahatkan mata yang mulai protes minta dipejamkan. Udara semakin dingin, bahkan tanganku saat itu kurang bisa merespon perintah otak dengan cepat. Mulai membeku nampaknya. Tak lama kemudian kami berhasil tiba di pos 4, namun itu bukan akhir pendakian. Kami berencana nge-camp di puncak atau setidaknya di pos 5. Pendakian pun kami lanjutkan. Dua jam berjalan, dan kami masih belum tahu berada di mana. Udara dingin yang semakin menusuk dan fisik yang mulai kelelahan sudah cukup menjadi alasan pembenar kami untuk segera mendirikan dome di tempat mana saja yang bisa ditemui. Dome pun didirikan. Karena sangat lelah dan mengantuk, selepas sholat kami langsung terlelap tanpa makan malam.
25 Desember 2011
 |
Sabana Lawu |
Matahari pagi menyapa, dan kami telat bangun :D Ternyata kami nge-camp di tempat yang cukup eksotis. Di hadapan kami terhampar sabana yang tidak terlalu luas, namun sudah cukup menyegarkan mata. Setelah puas menikmati pemandangan di sekeliling tenda dan sarapan seadanya, kami pun mulai melanjutkan perjalanan. Dalam pendakian kali ini, kami sengaja tidak membawa banyak perbekalan karena berdasar info yang kami peroleh, di gunung Lawu ada cukup banyak warung-warung di sekitar puncak. Salah satu yang terkenal adalah mbok Yem.
 |
Dome yang didirikan tepat di tengah jalan :D |
15 menit berjalan, dan kami tiba di pos 5. Dari situ hanya butuh 15 menit lagi menuju puncak...hmm...sudah dekat kami rupanya :D Puncak tertinggi gunung Lawu ditandai dengan sebuah tugu yang tinggi menjulang. Puncak itu dinamai Hargo Dumilah. Entah apa maksudnya.
 |
Puncak Hargo Dumilah, gunung Lawu |
Seperti yang sudah-sudah, Lawu masih diselimuti kabut sehingga tidak banyak pemandangan yang bisa kami lihat. Tidak lama berada di puncak, hujan kembali tumpah, dengan terpaksa kami segera mengenakan perlengkapan dan melanjutkan perjalanan. Untuk menambah wawasan dan mencari suasana baru, kami turun lewat jalur Cemoro Sewu. Bila Cemoro Kandang memiliki jalur khas berupa trek zig-zag, Cemoro Sewu memiliki trek dengan batu tersusun. Sebagian berupa tangga. Niat betul pengelola di kawasan Cemoro Sewu: menyusun batu dari kaki gunung hingga nyaris ke puncak. Dua jempol buat usaha mereka. Mungkin usaha itu untuk mengakomodir para peziarah yang memang sering berkunjung ke gunung ini. Di beberapa titik kita akan menjumpai tempat-tempat semedi dan sesajen. Kawasan ini juga menjadi favorit para pencari "ilmu tenaga dalam" dan "ilmu ghaib".
 |
Sendang Drajat |
30 menit berjalan kita akan tiba di Sendang Drajat, kolam dengan air berlimpah yang kabarnya tidak pernah kering. Di sinilah mbok Yem bersemayam....wwkkwkwkwkwk....karena cukup lapar dan untuk memenuhi rasa penasaran, karena kabarnya lagi nggak lengkap rasanya mendaki gunung Lawu tanpa mencicipi pecelnya mbok Yem :D, kami pun memesan nasi pecel di mbok Yem. Aku sendiri cukup kalap: nasi pecel dengan dua telur ceplok ditambah kopi hangat dan gorengan. Harganya?? cukup murah, bahkan sangat murah mengingat lokasinya yang jauh di puncak gunung. Untuk lima piring nasi pecel, enam telur ceplok, enam gelas minuman, beberapa belas gorengan, dan beberapa kerupuk kami hanya harus membayar kurang dari Rp100.000,00
 |
Warung mbok Yem |
 |
Sendang Drajat |
 |
Ada yang bisa baca?? kayaknya sih: Jagalah Kebersihan, Buanglah Sampah pada Tempatnya, Ingat Air adalah Sumber Kehidupan :D |
 |
Sendang Drajat |
 |
Pecel mbok Yem |
Setelah kenyang, kami langsung tancap gas turun. Dan tentu saja, hujan masih setia menemani T_T kami berjalan cukup cepat karena si Febri mau lamaran keeseokan harinya dan telah memesan tiket pesawat untuk sore itu, sehingga kami harus menyesuaikan jadwal kami :P
 |
Ada yang tahu ini bunga apa?? :P |
Kira-kira pukul 12.00 kami tiba di pos Cemoro Sewu. Tanpa beristirahat, kami langsung menumpang angkot dan bus menuju terminal Tirtonadi, Solo.
Rute Surabaya - Gunung Lawu, via Cemoro Kandang/Sewu (paket hemat)
- Naik bus AC ekonomi Rp35.000,00 dari terminal Bungurasih ke terminal Tirtonadi, Solo (6-8 jam);
- Naik bus jurusan tawangmangu Rp10.000,00 turun di terminal (30 menit);
- Naik angkot ke Cemoro Kandang/Sewu Rp7.000,00 (30 menit);
- Selamat hiking :)
Rute Jakarta - Gunung Lawu, via Cemoro Kandang/Sewu (paket bisnis)
- Naik kereta ke stasiun Balapan/bus ke Terminal Tirtonadi, harga bervariasi tergantung armada dan hari (12 jam);
- Naik bus jurusan tawangmangu Rp10.000,00 turun di terminal (30 menit);
- Naik angkot ke Cemoro Kandang/Sewu Rp7.000,00 (30 menit);
- Selamat hiking :)
wah..asiknya...
BalasHapuskalo disana bisa sering-sering naik gunung yah...
:(
hehehehe.....iye mas muam... :P
BalasHapusdahsyat bang...suksez buat pasukan dewanya..
BalasHapustrims kang :)
Hapusasik mas, bisa dapet sunset. saya pas sampe puncak gak dapet apa-apa
BalasHapusberarti harus dicoba lagi, mbak..hehehehe
HapusWahh asik yach... w kmaren di merbabu,,, sabana nya lebih bagus
BalasHapusiya, sabana merbabu emang bagus :)
Hapus